Karawangexpres - Puluhan petani dari berbagai kecamatan di Kabupaten Karawang memadati halaman Gedung DPRD Karawang pada Jumat (03/10/2025)
Mereka datang dengan satu tujuan: menuntut perhatian serius terhadap krisis yang tengah melanda sektor pertanian di daerah yang selama ini dikenal sebagai salah satu lumbung padi nasional.
Dalam aksi yang berlangsung damai namun penuh keprihatinan itu, para petani menyuarakan berbagai keluhan dari kelangkaan pupuk SP36, buruknya sistem irigasi, hingga dampak lingkungan akibat aktivitas eksplorasi migas oleh Pertamina.
Salah satu tuntutan utama adalah kembalinya distribusi pupuk SP36 yang disebut-sebut telah dihentikan sejak 2022. Para petani menegaskan, tanpa pupuk tersebut, hasil panen mereka anjlok hingga lebih dari setengah.
“Dulu satu hektare bisa menghasilkan delapan ton gabah, sekarang paling hanya tiga atau empat ton. Itu pun yang kualitasnya masih lumayan,” ujar seorang petani.
Kondisi ini memaksa petani terus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli berbagai jenis pestisida dan obat-obatan tanaman demi menyelamatkan hasil tanam yang tersisa.
Tak hanya soal pupuk, masalah pengelolaan air juga menjadi sorotan. Para petani mengaku sistem pengairan sawah kini tidak menentu, berbeda dengan masa lalu yang dianggap lebih terorganisir.
“Sekarang pengairannya semrawut. Banyak lahan yang dulunya digarap warga lokal, sekarang diambil alih pihak luar. Kami merasa terpinggirkan di tanah sendiri,” kata seorang orator dalam orasinya.
Aksi tersebut juga menyoroti dampak lingkungan dan sosial dari aktivitas pengeboran minyak oleh Pertamina di sejumlah titik di Karawang. Alih-alih membawa kesejahteraan, warga mengaku justru merasakan dampak negatif, terutama pada kesehatan dan lingkungan.
“Bukan manfaat yang kami terima, tapi penyakit. Banyak warga mengeluh masalah kesehatan sejak sumur-sumur minyak aktif. Ini harus ada penjelasan,” tegas salah satu peserta aksi.
Mereka juga mempertanyakan kontribusi ekonomi dari proyek-proyek migas tersebut, yang dinilai tidak menyentuh kehidupan warga sekitar.
“Sumur minyak banyak, tapi rakyatnya tetap susah. Ini perlu dievaluasi. Untuk siapa sebenarnya proyek ini dijalankan?” cetus seorang demonstran.
Para petani berharap kedatangan mereka bukan sekadar didengar, tetapi juga ditindaklanjuti. Mereka mendesak Komisi II DPRD Karawang untuk segera turun ke lapangan, melihat langsung kondisi yang dialami petani, dan merumuskan solusi nyata.
“Kami datang bukan untuk orasi kosong. Kami menunggu kehadiran para wakil rakyat untuk hadir, mendengarkan, dan bertindak,” ujar orator menutup aksinya dengan pengeras suara.
Aksi ini menjadi pengingat bahwa sektor pertanian Karawang, yang selama ini menjadi penyangga pangan nasional, kini tengah berada di titik kritis.
(Wahid)